Pemerintah Provinsi Aceh (Pemprov Aceh) kembali menunjukkan komitmen kuatnya untuk memperkuat pendidikan terkait mitigasi bencana di sekolah-sekolah di seluruh Aceh. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya jangka panjang untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi berbagai potensi bencana alam. Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal ZA, menegaskan bahwa program ini sangat penting, terutama dalam memanfaatkan momentum peringatan 20 tahun bencana tsunami 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut Safrizal, tragedi besar yang terjadi dua dekade lalu masih menjadi pelajaran penting yang harus terus diingat oleh masyarakat Aceh, khususnya generasi muda, melalui pendidikan yang efektif dan berkesinambungan.
“Peringatan tsunami kali ini bukan hanya seremonial. Kami ingin menjadikannya sebagai momen refleksi dan titik balik untuk menghidupkan kembali kurikulum mitigasi bencana di sekolah-sekolah Aceh. Sangat penting bagi siswa, bukan hanya untuk mengetahui, tetapi juga untuk memahami dan siap menghadapi bencana. Dengan pendidikan ini, kita berharap mereka akan mampu melindungi diri sendiri dan keluarganya saat bencana datang,” ujar Safrizal dalam sambutannya di acara 2nd UNESCO IOC Global Tsunami Symposium yang digelar oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Balai Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Senin (10/11/2024). Pernyataan tersebut disampaikan Safrizal kepada wartawan, menjelaskan strategi Pemprov Aceh dalam memupuk kesadaran dan kesiapsiagaan bencana di kalangan siswa dan guru.
Safrizal mengungkapkan bahwa, sebenarnya, kurikulum mitigasi bencana telah diterapkan di Aceh sejak sekitar sepuluh tahun lalu, dengan dukungan dari berbagai organisasi, mulai dari lembaga non-pemerintah (NGO) hingga Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Namun, belakangan ini implementasinya mulai berkurang seiring dengan berbagai perubahan kebijakan dan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, revitalisasi kurikulum ini menjadi penting agar materi mitigasi bencana dapat kembali diterapkan dengan baik dan konsisten di sekolah-sekolah.
“Sekitar satu dekade lalu, kita sangat aktif dalam menjalankan kurikulum mitigasi ini. Akan tetapi, seiring waktu, intensitas implementasi di beberapa sekolah mulai berkurang. Kami tidak ingin materi ini hilang, dan oleh sebab itu akan dihidupkan kembali dengan lebih baik dan komprehensif,” jelas Safrizal. Ia juga menambahkan bahwa Pemprov Aceh berencana bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengintegrasikan kurikulum ini ke dalam berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga menengah atas, sehingga materi mitigasi bencana dapat dipelajari secara menyeluruh oleh semua siswa.
Pemprov Aceh juga menargetkan agar kurikulum mitigasi bencana ini tidak hanya menyampaikan teori, tetapi juga memberikan pelatihan praktis yang memungkinkan siswa memahami langkah-langkah yang tepat dalam situasi darurat, teknik evakuasi yang aman, serta cara merespons peringatan dini. Safrizal menjelaskan, “Melalui pelatihan ini, siswa tidak hanya dibekali dengan teori, tetapi mereka juga akan memiliki keterampilan praktis yang dapat digunakan saat bencana terjadi. Dengan demikian, mereka memiliki kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi berbagai situasi darurat.”
Dalam kurikulum ini, Pemprov Aceh berencana untuk mengajarkan berbagai jenis bencana alam yang sering terjadi di Aceh, seperti tsunami, gempa bumi, dan banjir, sehingga siswa mendapatkan pemahaman yang komprehensif. Selain itu, siswa juga akan diajarkan mengenai aspek lingkungan yang berpotensi memicu bencana. Dengan demikian, mereka tidak hanya belajar untuk siap menghadapi bencana tetapi juga memperoleh kesadaran untuk menjaga lingkungan sekitar sebagai bagian dari upaya mitigasi jangka panjang. “Program ini akan mengajarkan bukan hanya tentang bagaimana bertindak saat bencana, tetapi juga bagaimana menjaga lingkungan agar risiko bencana dapat diminimalkan,” tambah Safrizal.
Harapannya, dengan penguatan kurikulum mitigasi ini, Aceh dapat mencetak generasi muda yang tangguh dan berwawasan luas dalam hal mitigasi bencana. Safrizal menegaskan bahwa siswa Aceh perlu memiliki kesadaran tinggi terhadap pentingnya kesiapsiagaan dan tindakan preventif. “Kita ingin menciptakan generasi yang tidak hanya siap dalam menghadapi bencana, tetapi juga memiliki peran aktif dalam menjaga lingkungan dan mendukung kebijakan mitigasi bencana yang ada. Dengan langkah ini, diharapkan Aceh akan semakin tangguh dalam menghadapi tantangan alam dan mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi di masa depan,” ujar Safrizal dengan penuh harap.
Melalui kurikulum yang diperkuat ini, Safrizal berharap siswa-siswa di Aceh akan tumbuh menjadi individu yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang mendalam tentang mitigasi bencana. Mereka diharapkan mampu melindungi diri dan orang lain serta turut berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih tanggap terhadap bencana di masa mendatang.